Sekilas Tentang Penyu
09 Juni 2021 11:31 WIB
Dibaca 6724 kali
DisperkimLH - Penyu sebagai salah satu keanekaragaraman hayati merupakan salah satu fauna yang dilindungi karena populasinya yang terancam punah. Ketentuan internasional, penyu masuk ke dalam daftar merah (red list) di IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dan Appendix I CITES yang berarti bahwa keberadaannya di alam telah terancam punah sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian secara serius. Pemerintah Indonesia telah berusaha melindungi penyu dari kepunahan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis - Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009).
Keberlangsungan hidup penyu menghadapi beberapa ancaman yang dapat datang baik dari perilaku manusia, maupun binatang dan alam. Namun, ancaman terbesar tetap datang dari tindakan dan perilaku manusia. Tindakan dan perilaku manusia dimaksud selain yang telah disebutkan di atas adalah mengambil dan memperdagangkan telur penyu, mengkonsumsi daging penyu, memperdagangkan penyu, membuang sampah di laut seperti gabus putih/styrofoam yang jika termakan oleh anak penyu (tukik) akan menyebabkan kematiannya. Selain itu tindakan membangun tembok pengaman di pantai tempat penyu bertelur, adanya cahaya/lampu yang dapat menghalangi penyu untuk mendarat ke pantai untuk bertelur, adanya aktivitas manusia di malam hari di pantai tempat penyu bertelur, juga dapat menyebabkan gangguan terhadap penyu (Nurbuana, 2008). Perilaku bertelur Penyu Hijau umumnya sama dengan penyu-penyu lainnya. Penyu Hijau menjadi primadona penangkar penyu, karena saat bertelurnya selalu tepat waktu, yaitu setiap 15 hari sekali, dengan melakukan 4 sampai 6 kali pendaratan untuk bertelur di waktu malam hari. Selain itu, penyu hijau merupakan satwa yang unik, karena secara insting, mereka akan hidup dan kembali bertelur ke tempat dimana mereka ditetaskan. Kemampuan migrasi Penyu Hijau pada beberapa populasi dapat mencapai jarak 2.094 kilometer dari habitat peneluran menuju habitat mencari makan. Meskipun daya jelajahnya sampai ribuan kilometer, uniknya Penyu Hijau hanya bereproduksi di tempat yang sama berdasarkan navigasi medan magnet bumi. Di Indonesia, jenis penyu ini tersebar di sekitar perairan tropika, laut seluruh Indonesia dan Papua Nugini. Hewan ini baru bisa mencapai usia dewasa sekitar 30-50 tahun. Jadi, Penyu Hijau memiliki siklus kehidupan yang panjang, namun tingkat kehidupannya rendah. Sama halnya dengan penyu-penyu lain, penyu hijau sangat peka terhadap getaran, kebisingan, lampu, dan berbagai aktivitas yang ditimbulkan oleh manusia. Gangguan-gangguan tersebut kerap kali menghantui penyu yang hendak bertelur (Ali, 2004).
Ancaman alami dalam kehidupan penyu berasal dari siklus mata rantai makanan dalam ekosistem, diantaranya adalah biawak yang sering memakan telur penyu di pantai, kepiting yang sering memakan anak penyu di pantai. Kemudian, ketika di laut, anak-anak penyu juga harus bertarung menghadapi maut yang ditebar oleh Ikan Kerapu dan Hiu, dua diantara sekian pemangsa yang harus dihadapi anak penyu untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila dari 100 butir telur penyu yang menetas, hanya sekitar 2 (dua) ekor saja yang dapat tumbuh menjadi dewasa. Penyu tersebut harus mampu bertahan hidup hingga umur 25 tahun, karena pada umur itulah penyu dapat bertelur. Itu pun bila penyu yang masih bertahan hidup tadi adalah penyu betina, karena penyu jantan tidak bertelur. Jadi, betapa kecilnya peluang penyu untuk dapat menambah jumlah populasinya di alam (Nurbuana, 2008).
Untuk tujuan bertelur penyu menginginkan tempat yang memiliki butiran pasir tertentu yang mudah digali dan secara naluri dianggap aman untuk bertelur. Susunan tekstur daerah peneluran berupa pasir tidak kurang dari 90% dan sisanya adalah debu maupun liat (Nuitja, 1992 dan Hatasura, 2004).